Revolusi Islam Harga Mati!
Begitu banyak problematika yang melanda
masyarakat Indonesia. Betapa tidak,dari segi ekonomi, kemiskinan di negeri ini masih ada bahkan
terus bertambah, dari segi pendidikan juga masih banyak anak negri ini yang
putus sekolah, dari segi budaya, negeri kita ini masih dijajah oleh budaya
asing yang tidak pantas untuk dicontoh, seperti budaya perayaan tahun baru,
budaya perayaan hari valentine, dimana budaya tersebut mengajarkan kita untuk
berbuat hura-hura dan merusak pemikiran bangsa ini, khususnya para remaja. Kalau
pemuda saat ini saja sudah rusak pemikirannya, bagaimana kedepannya sebagai
penerus bangsa ini. Oleh karenanya bangsa ini memerlukan revolusi yang benar-benar dapat merubah kehidupan bangsa ini menjadi lebih
baik. Ketika seluruh bangsa dilanda krisis, semua orang menuntut perubahan.
Makin menderita bangsa itu, makin ingin perubahan itu segera terjadi.
Revolusi muncul sebagai strategi terbaik.
Reformasi dianggap terlalu lamban, sementara perut tidak bisa menunggu. Bila
penyakit sosial seperti korupsi sudah berurat berakar dalam seluruh tubuh
bangsa, kita memerlukan pembedahan total: yakni, revolusi. Ada kerinduan untuk
menyongsong revolusi. Ada kebanggaan dalam gerakan revolusioner. Ada banyak
contoh bangsa – bangsa besar lahir dari puing – puing revolusi. Tetapi, pada
saat yang sama, ada ketakutan akan kedahsyatan revolusi. Bayangan kita tentang
revolusi itu ambigu. Pada satu sisi, revolusi dipandang sebagai pelita harapan,
yang membimbing kita dari kegelapan status quo pada cahaya masa depan. Pada
sisi lain, revolusi dilihat sebagai momok yang mengerikan, bersimbah darah, dan
penuh adegan . Rezim yang berkuasa
terlalu berjanji tanpa bukti, revolusi menjadi sebuah keinginan yang tak bisa
ditolak. Kondisi ini bisa saja menjalar ke bagian dunia lain. Meski aroma
politik sangat berbau atas penggulingan kekuasaan ikut mendorong pergerakan
massa, Revolusi islam sepertinya menjadi harga mati.
Manusia pada dasarnya memiliki sikap buas.
Apalagi ketika menyadari nasib yang ternyata tidak berubah. Pemimpin yang
layaknya menjadi abdi rakyat malah menjadi rezim yang tak mendengar derita
rakyat. Bukankah demokrasi berlaku atas kehendak rakyat? Sifat rasa kebersamaan
terhadap nasib ketidakadilan tersebut mampu mengumpulkan massa untuk
menumbangkan rezim berkuasa. Rakyat tentu tidak bodoh dan tidak lupa akan
janji-janji yang dibuat oleh sang pemimpin ketika ingin berkuasa. Kampanye
penuh janji. Hanya dengan revolusi islamlah yang dapat merubah kehidupan negeri
ini menjadi lebih baik, dimana jika revolusi Islam terjadi maka sudah pasti
peraturan Islam ditegakkan. Maka tidak ada lagi rakyat miskin, karena
distribusi kekayaan dibagi secara merata oleh penguasa.
0 komentar:
Posting Komentar