Kamis, 17 Januari 2013

Revolusi harga mati


Revolusi Islam Harga Mati!
Begitu banyak problematika yang melanda masyarakat Indonesia. Betapa tidak,dari segi ekonomi,  kemiskinan di negeri ini masih ada bahkan terus bertambah, dari segi pendidikan juga masih banyak anak negri ini yang putus sekolah, dari segi budaya, negeri kita ini masih dijajah oleh budaya asing yang tidak pantas untuk dicontoh, seperti budaya perayaan tahun baru, budaya perayaan hari valentine, dimana budaya tersebut mengajarkan kita untuk berbuat hura-hura dan merusak pemikiran  bangsa ini, khususnya para remaja. Kalau pemuda saat ini saja sudah rusak pemikirannya, bagaimana kedepannya sebagai penerus bangsa ini. Oleh karenanya bangsa ini memerlukan revolusi  yang benar-benar dapat  merubah kehidupan bangsa ini menjadi lebih baik. Ketika seluruh bangsa dilanda krisis, semua orang menuntut perubahan. Makin menderita bangsa itu, makin ingin perubahan itu segera terjadi.
Revolusi muncul sebagai strategi terbaik. Reformasi dianggap terlalu lamban, sementara perut tidak bisa menunggu. Bila penyakit sosial seperti korupsi sudah berurat berakar dalam seluruh tubuh bangsa, kita memerlukan pembedahan total: yakni, revolusi. Ada kerinduan untuk menyongsong revolusi. Ada kebanggaan dalam gerakan revolusioner. Ada banyak contoh bangsa – bangsa besar lahir dari puing – puing revolusi. Tetapi, pada saat yang sama, ada ketakutan akan kedahsyatan revolusi. Bayangan kita tentang revolusi itu ambigu. Pada satu sisi, revolusi dipandang sebagai pelita harapan, yang membimbing kita dari kegelapan status quo pada cahaya masa depan. Pada sisi lain, revolusi dilihat sebagai momok yang mengerikan, bersimbah darah, dan penuh adegan .  Rezim yang berkuasa terlalu berjanji tanpa bukti, revolusi menjadi sebuah keinginan yang tak bisa ditolak. Kondisi ini bisa saja menjalar ke bagian dunia lain. Meski aroma politik sangat berbau atas penggulingan kekuasaan ikut mendorong pergerakan massa, Revolusi islam sepertinya menjadi harga mati.
Manusia pada dasarnya memiliki sikap buas. Apalagi ketika menyadari nasib yang ternyata tidak berubah. Pemimpin yang layaknya menjadi abdi rakyat malah menjadi rezim yang tak mendengar derita rakyat. Bukankah demokrasi berlaku atas kehendak rakyat? Sifat rasa kebersamaan terhadap nasib ketidakadilan tersebut mampu mengumpulkan massa untuk menumbangkan rezim berkuasa. Rakyat tentu tidak bodoh dan tidak lupa akan janji-janji yang dibuat oleh sang pemimpin ketika ingin berkuasa. Kampanye penuh janji. Hanya dengan revolusi islamlah yang dapat merubah kehidupan negeri ini menjadi lebih baik, dimana jika revolusi Islam terjadi maka sudah pasti peraturan Islam ditegakkan. Maka tidak ada lagi rakyat miskin, karena distribusi kekayaan dibagi secara merata oleh penguasa. 

0 komentar:

Posting Komentar